Sejarah Teknik Marbling


Sejarah Teknik Marbling

Teknik marbling merupakan seni dekoratif khas negara Timur Tengah, meskipun tidak diketahui kapan dan di negara mana seni marbling lahir. Sejumlah sumber dari Persia menyebutkan bahwa teknik tersebut pertama kali muncul di India. Dibawa dari India ke Persia, dan dari sana ke Utsmani. Menurut sumber lain, seni marbling lahir di kota Bukhara di Turkistan. Di Barat, ’Ebru’ dikenal sebagai ’kertas Turki.’

Kata Ebru didefinisikan dalam kamus modern sebagai “pola bergelombang berwarna di atas kertas”. Kertas  ini berpola secara tradisional digunakan untuk penjepit buku, tapi saat ini karya Ebru seringkali dibingkai dan digunakan sebagai elemen estetis.

Teknik ini dinamai “marbling” dikarenakan orang-orang Eropa yang pertama kali melihat contoh-contoh hasil terdahulu menyebutkan bahwa motifnya mirip dengan motif pada batu marmer, atau marble stone. Teknik ini awalnya dinamakan ‘Ebru‘ yang berarti  seni awan oleh orang Persia pada abad ke-15. Ebru sendiri kemudian diartikan sebagai motif ombak atau gelombang berwarna diatas kertas.

Tidak diketahui secara jelas dan pasti asal usul dari teknik ini. Siapakah yang pertama kali menemukannya, manufaktur pertama yang memproduksinya, dan sebagainya. Sebagian besar meyakini bahwa marbling berasal dari Persia pada tahun 1400-an. Sampai sekarang tidak diketahui siapakah nama pencipta teknik tersebut. Sejarah penciptaannya diperkirakan terjadi secara tidak sengaja. Sang seniman mengamati bahwa cat mengambang di atas air. Dari pengamatan inilah seniman tersebut terinspirasi untuk mencoba melakukan suatu teknik yang sekarang dinamakan marbling. Formula asli dari marbling yang pertama kali, sudah tidak diketahui lagi. Tetapi, proses tersebut bergerak dari kota ke kota melalui Turki, Spanyol, Italia, Perancis, dan selanjutnya melewati wilayah Eropa lainnya. Dalam perjalanannya, tiap kota mengadaptasi teknik dan mengganti material serta resep yang disesuaikan dengan bahan yang ada dan familiar di kota tersebut.

Dalam teknik ebru tradisional, terdapat beberapa bahan yang populer digunakan. Di antaranya adalah gum tragancant, merupakan getah yang diperoleh dari batang tanaman berduri yang disebut gaven, tanaman tersebut tumbuh secara alami di wilayah Persia dan Turki. Digunakan juga empedu, yang berfungsi untuk mengontrol permukaanair dan mencegah terjadinya warna yang bercampuran. Empedu juga dapat memberikan nuansa warna dan motif yang berbeda atau unik.

Teknik marbling ini sangat populer di wilayah Timur Tengah yang mayoritas adalah muslim. Dalam seni rupa masyarakat muslim, sangat kental nuansa ornamen (biasanya floral), di mana masyarakat Eropa sangat populer dengan ekpresi seni rupa realisnya. Dikarenakan dalam ajaran Islam terdapat larangan untuk menggambar manusia dan binatang, maka seni rupa yang populer di masyarakat tersebut adalah kaligrafi, iluminasi, seni ornamen, dan sebagainya. Tidak terkecuali dengan teknik marbling.

Teknik marbling ini juga digunakan di Cina pada era Dinasti Ming, yang kemudian berkembang di Jepang. Dalam tradisi craft Jepang, terdapat suatu teknik yang disebut ‘suminagashi’. Sumi artinya adalah tinta, sedangkan nagashi adalah mengambang. Selain digunakan untuk menghias buku, teknik suminagashi ini juga digunakan untuk membungkus hadiah, atau furoshiki.

Pada abad ke-18 terjadi ketertarikan umum terhadap marbling. Teknik ini diterapkan menjadi kertas dekoratif yang digunakan pada penjilid buku. Orang-orang Inggris berjasa atas penyebaran teknik marbling ini, karena mereka telah mempublikasikan beberapa buku tentang proses marbling, yang sebelumnya ditutup rapat. Orang-orang Inggris ini pada awalnya mengenal teknik marbling ini ketika mengembara ke wilayah Timur Tengah, dan kemudian mendokumentasikan dan mempublikasikannya. Diketahui adalah George Sandys, yang pada tahun 1610 membuat catatan mengenai keberadaan kertas-kertas bermotif di Turki. Sir Thomas Herbert juga menyebutkan mengenai keberadaan kertas-kertas tersebut dalam catatan perjalanannya ke Persia pada tahun 1627-1629. Buku mengenai teknik marbling yang paling populer merupakan karangan Charles Woolnough, seorang seniman marbling dari Inggris, yang mempublikasikan bukunya, The Art of Marbling,  pada tahun 1853.

Selama berabad-abad seni ini telah dimanfaatkan dalam berbagai bentuk, orang Turki menggunakannya sebagai elemen seni figuratif. Mereka meletakkan cut paper stencil atau media block kemudian melakukan marbling daerah yang berbeda dengan figur manusia dan binatang. Mereka juga menggunakan pola marbling untuk bingkai pembatas.

Perkembangan seni marbling tidak lepas dari pembuatan manuskrip atau naskah. Manufaktur penghasil kertas ebru memproduksi dan memasoknya untuk kebutuhan-kebutuhan baik dokumen resmi atau kebutuhan artistik. Populer dan pesatnya industri bisnis kertas ebru, akhirnya memunculkan banyak seniman marbling yang terkenal. Mereka bereksperimen dengan teknik marbling kemudian menemukan motif demi motif, sampai yang sedemikian rupa rumit. Seniman marbling yang sangat populer dan pertama kali dikenal adalah seorang seniman yang bernama “Sebak”, yang tercatat dalam “Tertib-i Risale-i Ebri”, yaitu naskah atau dokumen tertua mengenai marbling. Selain Sebak, marbler yang juga populer pada masanya adalah Hatip Mehmed Effendi, ia dianggap memiliki gaya yang sangat khas dalam karya marblingnya. Selain seorang marbler, ia merupakan seorang pengkhotbah di Mesjid Aya Sofya di Istanbul.

Seiring berkembangnya zaman, kertas marbling mulai tergantikan oleh kertas-kertas industri dari Eropa, yang jauh lebih ekonomis dan praktis. Namun, eastern craft ini tetap dipertahankan dan diperjuangkan, yaitu salah satu yang populer adalah Mustafa Duzgunman, dan dianggap sebagai sosok yang berpengaruh dalam tradisi marbling, mewariskan dan menyebarkannya.

Kertas marbling ‘dibawa’ ke Eropa pada sekitar abad 16 dan 17, dan bisnisnya mulai berkembang di Jerman dan Prancis, dan kemudian menyebar ke negara-negara Eropa lainnya. Pada dasarnya, prinsip dalam teknik marbling dapat dibilang sama, yaitu cat dibuat mengambang di permukaan air atau gel, lalu cat tersebut dibentuk menjadi motif sesuai dengan rancangan yang kita inginkan, kemudian dipindahkan ke dalam material kertas.

Teknik marbling merupakan seni dekoratif khas negara Timur Tengah, meskipun tidak diketahui kapan dan di negara mana seni marbling lahir. Sejumlah sumber dari Persia menyebutkan bahwa teknik tersebut pertama kali muncul di India. Dibawa dari India ke Persia, dan dari sana ke Utsmani. Menurut sumber lain, seni marbling lahir di kota Bukhara di Turkistan. Di Barat, ’Ebru’ dikenal sebagai ’kertas Turki.’

Kata Ebru didefinisikan dalam kamus modern sebagai “pola bergelombang berwarna di atas kertas”. Kertas  ini berpola secara tradisional digunakan untuk penjepit buku, tapi saat ini karya Ebru seringkali dibingkai dan digunakan sebagai elemen estetis.

Teknik ini dinamai “marbling” dikarenakan orang-orang Eropa yang pertama kali melihat contoh-contoh hasil terdahulu menyebutkan bahwa motifnya mirip dengan motif pada batu marmer, atau marble stone. Teknik ini awalnya dinamakan ‘Ebru‘ yang berarti  seni awan oleh orang Persia pada abad ke-15. Ebru sendiri kemudian diartikan sebagai motif ombak atau gelombang berwarna diatas kertas.

Tidak diketahui secara jelas dan pasti asal usul dari teknik ini. Siapakah yang pertama kali menemukannya, manufaktur pertama yang memproduksinya, dan sebagainya. Sebagian besar meyakini bahwa marbling berasal dari Persia pada tahun 1400-an. Sampai sekarang tidak diketahui siapakah nama pencipta teknik tersebut. Sejarah penciptaannya diperkirakan terjadi secara tidak sengaja. Sang seniman mengamati bahwa cat mengambang di atas air. Dari pengamatan inilah seniman tersebut terinspirasi untuk mencoba melakukan suatu teknik yang sekarang dinamakan marbling. Formula asli dari marbling yang pertama kali, sudah tidak diketahui lagi. Tetapi, proses tersebut bergerak dari kota ke kota melalui Turki, Spanyol, Italia, Perancis, dan selanjutnya melewati wilayah Eropa lainnya. Dalam perjalanannya, tiap kota mengadaptasi teknik dan mengganti material serta resep yang disesuaikan dengan bahan yang ada dan familiar di kota tersebut.

Dalam teknik ebru tradisional, terdapat beberapa bahan yang populer digunakan. Di antaranya adalah gum tragancant, merupakan getah yang diperoleh dari batang tanaman berduri yang disebut gaven, tanaman tersebut tumbuh secara alami di wilayah Persia dan Turki. Digunakan juga empedu, yang berfungsi untuk mengontrol permukaanair dan mencegah terjadinya warna yang bercampuran. Empedu juga dapat memberikan nuansa warna dan motif yang berbeda atau unik.

Teknik marbling ini sangat populer di wilayah Timur Tengah yang mayoritas adalah muslim. Dalam seni rupa masyarakat muslim, sangat kental nuansa ornamen (biasanya floral), di mana masyarakat Eropa sangat populer dengan ekpresi seni rupa realisnya. Dikarenakan dalam ajaran Islam terdapat larangan untuk menggambar manusia dan binatang, maka seni rupa yang populer di masyarakat tersebut adalah kaligrafi, iluminasi, seni ornamen, dan sebagainya. Tidak terkecuali dengan teknik marbling.

Teknik marbling ini juga digunakan di Cina pada era Dinasti Ming, yang kemudian berkembang di Jepang. Dalam tradisi craft Jepang, terdapat suatu teknik yang disebut ‘suminagashi’. Sumi artinya adalah tinta, sedangkan nagashi adalah mengambang. Selain digunakan untuk menghias buku, teknik suminagashi ini juga digunakan untuk membungkus hadiah, atau furoshiki.

Pada abad ke-18 terjadi ketertarikan umum terhadap marbling. Teknik ini diterapkan menjadi kertas dekoratif yang digunakan pada penjilid buku. Orang-orang Inggris berjasa atas penyebaran teknik marbling ini, karena mereka telah mempublikasikan beberapa buku tentang proses marbling, yang sebelumnya ditutup rapat. Orang-orang Inggris ini pada awalnya mengenal teknik marbling ini ketika mengembara ke wilayah Timur Tengah, dan kemudian mendokumentasikan dan mempublikasikannya. Diketahui adalah George Sandys, yang pada tahun 1610 membuat catatan mengenai keberadaan kertas-kertas bermotif di Turki. Sir Thomas Herbert juga menyebutkan mengenai keberadaan kertas-kertas tersebut dalam catatan perjalanannya ke Persia pada tahun 1627-1629. Buku mengenai teknik marbling yang paling populer merupakan karangan Charles Woolnough, seorang seniman marbling dari Inggris, yang mempublikasikan bukunya, The Art of Marbling,  pada tahun 1853.

Selama berabad-abad seni ini telah dimanfaatkan dalam berbagai bentuk, orang Turki menggunakannya sebagai elemen seni figuratif. Mereka meletakkan cut paper stencil atau media block kemudian melakukan marbling daerah yang berbeda dengan figur manusia dan binatang. Mereka juga menggunakan pola marbling untuk bingkai pembatas.

Perkembangan seni marbling tidak lepas dari pembuatan manuskrip atau naskah. Manufaktur penghasil kertas ebru memproduksi dan memasoknya untuk kebutuhan-kebutuhan baik dokumen resmi atau kebutuhan artistik. Populer dan pesatnya industri bisnis kertas ebru, akhirnya memunculkan banyak seniman marbling yang terkenal. Mereka bereksperimen dengan teknik marbling kemudian menemukan motif demi motif, sampai yang sedemikian rupa rumit. Seniman marbling yang sangat populer dan pertama kali dikenal adalah seorang seniman yang bernama “Sebak”, yang tercatat dalam “Tertib-i Risale-i Ebri”, yaitu naskah atau dokumen tertua mengenai marbling. Selain Sebak, marbler yang juga populer pada masanya adalah Hatip Mehmed Effendi, ia dianggap memiliki gaya yang sangat khas dalam karya marblingnya. Selain seorang marbler, ia merupakan seorang pengkhotbah di Mesjid Aya Sofya di Istanbul.

Seiring berkembangnya zaman, kertas marbling mulai tergantikan oleh kertas-kertas industri dari Eropa, yang jauh lebih ekonomis dan praktis. Namun, eastern craft ini tetap dipertahankan dan diperjuangkan, yaitu salah satu yang populer adalah Mustafa Duzgunman, dan dianggap sebagai sosok yang berpengaruh dalam tradisi marbling, mewariskan dan menyebarkannya.

Kertas marbling ‘dibawa’ ke Eropa pada sekitar abad 16 dan 17, dan bisnisnya mulai berkembang di Jerman dan Prancis, dan kemudian menyebar ke negara-negara Eropa lainnya. Pada dasarnya, prinsip dalam teknik marbling dapat dibilang sama, yaitu cat dibuat mengambang di permukaan air atau gel, lalu cat tersebut dibentuk menjadi motif sesuai dengan rancangan yang kita inginkan, kemudian dipindahkan ke dalam material kertas.


Leave a Reply